T U G A S
Tentang
“HUKUM PERKAWINAN
ADAT KERINCI”
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas pada Mata pelajaran
“SENI BUDAYA”
Disusun oleh
RICA SYAFRIDA
XI IPA 2
Guru
Bidang
Studi :
Tagot S.Pd
SISWA JURUSAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
SEKOLAH
MENENGAH ATAS NEGERI
(SMAN) 4 KERINCI
T.A 2013/2014
HUKUM
PERKAWINAN ADAT KERINCI
Perkawinan adalah suatu bentuk hubungan pergaulan antara pria
dan wanita. Oleh karena itu ikatan perkawinan mempunyai ketentuan-ketentuan
sistem dan cara yang jelas. Maka lahirlah bentuk-bentuk dan cara-cara menurut
keadaan dan kondisi, cara–cara yang mereka tetapkan itu terus menerus mereka
lakukan berulang-ulang setiap melangsungkan pernikahan.
Sedangkan perkawinan menurut adat kerinci bukanlah urusan
kedua belah pihak penganten, tapi merupakan kewajiban kedua belah pihak orang
tua, nenek mamak, dan teganai mereka. Seperti dijelaskan dalam hukum kekeluargaan,
maka adalah menjadi hutang bagi orang tua terutama ayahnya untuk mengantar anaknya
berumah tangga terutama terhadap anak perempuan. Disamping itu dalam masyarakat
adat kerinci, perkawinan adalah suatu ikatan sakral (suci) yang mengikat kedua
belah pihak penganten lahir bathin dengan jalan memenuhi ketentuan adat, syara’
dan sekarang ditambah lagi dengan undang-undang perkawinan, dengan kata lain
bahwa perkawinan ini diletakkan diatas tungku
bercabang tigo yaitu:
1. Memenuhi
ketentuan adat
2. Memenuhi
ketentuan syara’
3. Memenuhi
ketentuan undang-undang perkawinan
Setelah datang khususnya agama islam maka secara
berangsur-angsur cara-cara dan sistem adat kebiasaan itu dipengaruhi oleh agama
yang pada gilirannya menggantikan dan menyempurnakan adat.
I.
Adat
Pencari Jodoh
Masyarakat Kerinci mengenal
adat kebiasaan dikalangan muda-mudi disebut dengan “sakire” (kata orang Kerinci Hilir), “bamudo” (kata orang Semurup), “bakasih”
(kata orang Siulak) artinya pacaran. Cara ini biasa dilakukan dengan
berkirim surat, bertandang ke rumah si gadis atau jalan-jalan ke tempat
rekreasi, nonton bersama dikeramaian, atau dengan sekarang ini menggunakan
media komunikasi melalui HP, Catting dan sebagainya. Dahulu sebelum orang
mengenal tulis baca, orang menyatakan hatinya melalui bahasa lambang dalam
bentuk bunga, bertukar pakain, dan sebagainya.
Apabila proses bamudo, atau bakasih berjalan dengan lancar atau mulus, sudah mulai ada tanda
kecocokan, maka langkah selanjutnya adalah batueik
(melamar), yang datang melamar biasanya dari pihak pria melalui pihak
ketiga sebagai utusan, utusan ini biasa dari keluarga ataupun orang lain yang
dipercaya. Bila lamaran itu diterima, maka akan dilanjutkan kejenjang yang
berikutnya yaitu menyerahkan “cihai” (tanda
jadi) berupa pakaian, perhiasan, atau benda lainnya.
Sebagai suatu ikatan
perjanjian, sudah tentu ada sanksinya, begitu pula dengan janji kawin dengan
suatu tanda berupa cihai. Jika yang ingkar
janji itu dari pihak si bujang, maka ia akan kehilangan cihai dan barang tersebut jatuh menjadi milik si gadis. Dan jika
ingkar janji itu dari pihak si gadis maka ia harus mengembalikan 2 kali lipat cihai tersebut. Pihak yang ingkar janji
harus mengadakan kenduri dengan mengundang nenek mamak, alim ulama, serta orang
adat, sekaligus memeberitahukan bahwa ikatan perjanjian pertunangan telah putus
dan masing-masing pihak telah kembali bebas seperti sediakala.
Adapun pemutusan ikatan
janji itu atas persetujuan kedua belah pihak, apabila ada salah satu yang tidak
setuju maka pemutusan janji tersebut di atas tidak berlaku.
II.
Upacara
Perkawinan / Akad Nikah
Sejak tercapainya kata sepakat untuk melangsungkan perkawinan
dan hari H-nya pun sudah ditetapkan, maka masing-masing pihak mulai mengadakan
persiapan agar bila tiba saatnya yang ditunggu-tunggu semuanya sudah siap dan
upacara pernikahan dapat dilaksanakan dengan tertib dan lancar.
Secara umum terdapat
dua macam pola upacara pernikahan:
1. Upacara
adat terpisah dengan upacara peresmian atau resepsi
2. Upacara
adat dilakukan sekaligus upacara peresmian atau resepsi.
Upacara
akad (ijab qabul) dilakukan menurut perundang-undangan yang berlaku.
Adapun urutan-urutan upacara perkawinan dapat dituturkan
sebagai berikut:
Menjelang hari H-nya tiba, selama kira-kira tiga hari
sebelumnya adalah hari-hari sibuk bagi keluarga kedua belah pihak terutama
pihak wanita. Walaupun urusan perkawinan adalah urusan keluarga kedua belah
pihak, namun yang paling sibuk adalah pihak wanita karena kegiatan itu
dipusatkan ke rumah wanita. Kesibukan diawali dengan menyiapkan undangan dan
menyampaikan ke alamatnya. Undangan pernihakan ada dua macam yaitu:
a. Undangan
umum yaitu undangan yang ditujukan kepada seluruh warga desa dan sebagainya
b. Undangan
khusus yaitu undangan yang ditujukan kepada orang tertentu menurut adat
setempat.
Apabila akad nikah dipisahkan dengan acara peresmian maka
acara akad hanya diadakan kenduri secara kecil saja, sedangkan resepsi yang sesungguhnya akan
dilaksanakan beberapa hari kemudian dan disaat itulah upacara adat akan
dilakukan seperti penyampaian sparno adat,
pemberian gelar dan sebagainya.
Walaupun akad nikah telah dilaksanakan, namun mempelai pria
belum diperkenankan tinggal di rumah pengantin wanita, ia dibawa oleh
pengiring-pengiringnya kembali ke rumah orang tuanya sampai datang jemputan
dari pengantin wanita. Jemputan itu dilakukan biasa dilakukan pada esok
harinya, dimana pengantin wanita ditemani oleh seorang wanita setengah baya.
Jemputan itu disebut “jemputan terbawa” artinya pengantin wanita pulang membawa
pengantin pria.
III.
Harta
Perkawinan
Yang dimaksud dengan harta perkawinan disini adalah
keseluruhan harta yang diperoleh atau terhimpun selama perkawinan meliputi
harta bawaan, harta pencaharian bersama suami isteri dan harta tetapan.
a.
Harta bawaan adalah harta yang dibawa suami ke
rumah isterinya (atau sebaliknya), harta itu biasanya hasil usaha ketika masih
bujangan (harta pemujang), harta warisan, hadiah dan sebagainya.
b.
Harta pencaharian bersama suami isteri
adalah harta hasil pencaharian suami isteri yang berkumpul selama perkawinan,
tidak peduli siapa yang bekerja atau berusaha, apabila suami berusaha di luar
rumah, si isteri di dalam rumah ataukah kedua-duanya sama-sama berusaha “kedarat sama-sama kering ke air sama-sama
basah, sehilir semudik”.
c.
Harta tetapan adalah harta yang didapati
pada isteri. Harta itu biasanya berupa hasil usahanya ketika masih gadis (harta
gadih), harta warisan, hadiah dan sebagainya.
Sekiranya terjadi perceraian baik cerai hidup maupun cerai
mati, maka harta pencaharian itu dibagi dua, masing-masing memperoleh seperdua,
jika ada anak maka harta jatuh pada anak mereka. Ada juga beberapa desa atau
keluarga apabila tidak ada anak, harta itu lebih dahulu dibagi dua.
Apabila suami beristeri lebih dari satu, maka harta
pencaharian (harta cahin) pada isteri pertama akan terpisah dari harta
pencaharian dengan isteri kedua dan seterusnya. Pepatah adat mengatakan: duo pelak duo kandang, duo penunggu duo
ungguk, pelak bakandang bapamatang”. Maksudnya seseorang mempunyai dua
isteri maka harta pencahariannya dua tumpuk dengan batas-batas yang jelas pula.
IV.
Perceraian,
Akibat-Akibat dan Penyelesaiannya
Perceraian pada umumnya disebabkan oleh ketidak cocokan atau
ketidak setujuan atau ketidak serasian pendapat, pandangan atau sikap dan
tingkah laku antara pasangan suami isteri atau antara keluarga mereka.
1.
Cerai hidup
Sekalipun peraturan perundang-undangan telah menetapkan alasan-alasan
perosedur perceraian, namun sebelum perkara sampai ke pengadilan masih tetap terbuka
kemungkinan untuk melakukan upaya-upaya mencari penyelesaian damai secara adat,
bahkan itu dianjurkan. Disinilah pentingnya peran teganai dan nenek mamak. Apabila perselisihan suami isteri sudah
sampai pada titik yang tidak memungkinkan lagi mereka dipertemukan, maka
sebaiknya suami “mengalah” dulu dan
mengungsi untuk sementara ke rumah orang tua atau sanak familinya.
Mengenai alasan-alasan untuk cerai seperti tercantum dalam
perundang-undangan adalah sesuai alasan menurut adat, namun ada satu alasan
yang dapat diterima yaitu kehendak kedua belah pihak suami isteri atas dasar
mau sama-sama bercerai, itu biasa terjadi umpamanya pasangan suami isteri
tersebut telah bertahun tahun bersama tapi tidak juga dikaruniai keturunan setelah
upaya-upaya yang dapat dilakukan dilaksnakan namun tidak berhasil juga,
sehingga tidak tercapai kebahagiaan berumah tanggga.
Apabila suami isteri yang bercerai itu mempunyai anak yang dibawah umur
terutama yang masih menyusui tetap tinggal bersama Ibunya sedangkan biaya/
nafkah ditanggung oleh pihak Bapak/ mantan suaminya. Dalam hal ini, jika anak
lebih dari satu, umumnya dibagi atau disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
Biasanya anak perempuan ikut Ibunya sedangkan anak laki-laki ikut Bapaknya.
2.
Cerai mati
Apabila
putusnya tali perkawinan itu, disebabkan oleh salah satu meninggal dunia, si
anak (kalu ada) otomatis ikut pada pihak yang masih hidup, kecuali ada alasan
misalnya yang meninggal si isteri sedangkan si ayah tidak memungkinkan membawa
anaknya karena kondisi sosial ekonomi yang kurang menguntungkan, maka si anak
ikut kepada kerabat terdekat atau keluarga yang memungkinkan atau menguntungkan
bagi si anak. Apabila kedua suami isteri meninggal dunia ada meninggalkan anak
yang belum bisa mengurus dirinya sendiri, maka si anak akan diikutkan kepada
keluarga yang ditunjuk oleh kaum keluarganya dengan memperhatikan kepentingan
si anak, baik menegenai dirinya, pendidikannya, dan harta bendanya. Bisanya
yang ditujuk itu adalah keluarga pamannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar